Analisis Pergerakan Islam Pascakekhilafahan Utsmaniyah
Islam tidak akan dapat diterapkan secara paripurna kecuali dengan media khilafah. Penerapan syariah adalah suatu kewajiban dan hal itu tidak akan dapat dicapai kecuali dengan media khilafah, maka pengadaan khilafah itu menjadi wajib. Demikian kaidah ushuliyah yang berbunyi, "Sebuah kewajiban yang tidak bisa terwujud kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu adalah wajib."
Keadaan umat menjadi tidak menentu, bahkan tidak berarti di mata blok kafir manakala tidak mempunyai institusi khilafah yang dapat melindungi kepentingan umat. Pada saat blok kafir (baca: Inggris dan sekutunya) di awal abad ke-19 tidak berhasil menanam Israel di Palestina, karena khilafah Abdul Hamid secara tegas menolak sejengkal tanah pun diserahkan kepada Israel, mereka merekayasa menjatuhkan khilafah Utsmaniyah dengan menanam Musthafa Kemal dan berhasil menyingkirkan institusi khilafah tahun 1924. Sejak saat itu, perjuangan umat berubah menjadi kelompok-kelompok dan jamaah-jamaah. Masing-masing berusaha untuk mengembalikan khilafah yang hilang itu dengan menempuh berbagai jalan. Ada yang menggunakan jalan politik, pendidikan, ekonomi, dan juga dengan kekuatan militer. Semua itu belum menunjukkan keberhasilannya, sementara jalan Allah untuk memberikan khilafah itu sebagai suatu kepastian. Maka, apa kesalahan yang terjadi? Kita perlu menelusuri dan mencari solusinya. Makalah di bawah ini sebagai upaya kecil untuk mengungkap masalah besar ini.
KHILAFAH UTSMANIYAH
Berdirinya khilafah Utsmaniyah dimulai dari Sultan Utsman (699-726 H) setelah menang perang dengan Roma Salibis. Setelah itu keturunan-keturunannya terus melancarkan ekspansi kekuasaannya ( Majalah Al-Bayan, Al-Alaqat al-Islamiyah-an Nashraniyah, oleh Ahmad AL-Qadhi, volume 188, Rabiulakhir 1424/Juni 2003, hlm. 9). Namun, keadaan khilafah menjadi lemah setelah mendapat tekanan Eropa untuk melindungi warga Kristen yang berada di wilayahnya.
Pada tahun 1840 perundang-undangan Barat mulai menyusup ke legislatif khilafah Utsmaniyah. Kemudian, pada tahun 1902 M Sultan Abdul Hamid II menolak warga Yahudi berpindah ke Palestina dan tinggal di sana. Maka, sejak saat itulah seluruh kekuatan Yahudi dikerahkan untuk mempengaruhi semua kekuatan politik guna menjatuhkan sultan. Mereka berhasil mempengaruhi militer untuk memberontak kepada sultan dan berhasil menyingkirkannya pada tahun 1908. Sejak tahun itu kekuasaan berada di tangan tokoh-tokoh sekular yang membangun kefanatikan Turki. Pada tahun 1924 Mustafa Kemal secara resmi membatalkan kekhilafahan dan hilanglah kekhilafahan umat Islam sebagai payung pelindung hingga hari ini. (Lihat Nadharat fii Manaahij al-Ikhwanul Muslimin oleh Ahmad Salam, Maktabah Al-Kautsar Riyadh, Cetakan 1 tahun 1989 M/1404 H)
Sejak mulai adanya kelemahan-kelemahan pada khilafah Utsmaniyah, gerakan-gerakan Islam lokal di masing-masing negara yang terdapat kekuatan Islam mulai bermunculan guna menyusun kekuatan. Di antara mereka terdapat komunikasi tetapi belum berhasil sebagai gerakan internasional yang menyatu.
Di Indonesia, umpamanya, berdiri gerakan Muhammadiyah pada tahun 1912, dan Al-Irsyad pada tahun 1914. Di Aljazaair pada tahun 1920 sudah ada gerakan Jamiyah Ulama tetapi baru saja diresmikan pada tahun 1931(Lihat majalah As-Sholah volume I, II & V Oleh Masyhur Hasan Salman tentang Basyir Ibrahim. Adapun di Mesir, muncul gerakan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928 yang dipimpin oleh Hasan al-Banna (Lihat Al-Ikhwabul Muslimin fii Mizanil Haq, Oleh Farid Abdul Khaliq, Darush Sholah Mesir, Cet. 1 1987/1408). Dan, gerakan-gerakan lain yang menyusul, seperti Hizbut Tahrir, Jamaah Tabligh, dll.(Nadwah Alamiyah Lisy Syabab, al- Mausu'ah al-Muyassarah, Juz 1)
Semua bentuk gerakan-gerakan Islam itu berupaya mengembalikan kejayaan Islam berupa khilafah Islamiyah, tetapi mengalami kegagalan yang cukup telak, dan mereka sampai sekarang masih berusaha dengan cara masing-masing. Ada beberapa sebab kegagalan yang perlu dicermati, antara lain sebagai berikut.
Manhaj yang tidak jelas.
Fanatisme berlebihan terhadap tokoh dan wadah gerakan sehingga melahirkan hizbiyah yang fanatik.
Penyakit ghurur, yaitu merasa lebih besar sehingga tergesa-gesa untuk mencapai hasil.
REALITAS UMAT ISLAM HARI INI
Menurut pandangan penulis buku Umat Islam dan Fatamorgana Demokrasi, oleh Syekh Abdul Ghani Rahhal, kemunduran umat Islam dewasa ini disebabkan empat hal.
Disingkirkannya sistem Islam sebagai pandangan hidup (way of live) terutama di bidang politik (siyasah syar'iyah).
Kekuasaan negara-negara Islam di tangan para diktator yang membenci hukum Islam.
Musuh-musuh Islam mencengkeram seluruh kekuatan penguasa muslim.
Tingkat dekadensi moral yang sangat tinggi melanda kehidupan muslim.
Namun, menurut hemat kami, kerusakan justru terletak pada kebobrokan para pemimpin dan rusaknya sistem politik buatan manusia dan amburadulnya masyarakat dari berbagai sisi. Misalnya, perjuangan lewat demokrasi yang berarti kekuasaan di tangan rakyat, bersumber dari negara Barat yang sekular, yang memisahkan kekuatan politik dan agama. Akibatnya, jika diterapkan di wilayah negara Islam, secara otomatis Islam tidak berperan dalam pengaturan negara. Itu artinya, Islam hanya memasuki wilayah individu saja. Adapun mereka yang masih bersemangat menjadikan demokrasi sebagai alat untuk mencapai kekuasaan, dan pada gilirannya akan diberlakukan syariat Islam, ternyata terbukti beberapa kali gagal. Kegagalan itu pernah terjadi di Mesir, Yordania, Pakistan, dan Al-Jazair. Bahkan di Aljazair, setelah kemenangan mutlak di tangan Islam, secara sepihak, kubu pro-status quo yang didukung oleh negara Barat penganut islamphobia, berusaha sekuat tenaga menggagalkan kemenangan itu. Hal ini mendorong para tokoh Islam di sana untuk mengangkat senjata.
Perjuangan parlementer juga pernah gagal di Indonesia, kegagalan Masyumi mendorong kelompok M. Natsir mengangkat senjata melalui PRRI.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Analisis Pergerakan Islam Pascakekhilafahan Utsmaniyah"
Posting Komentar