Dampak Politis Menikahi Wanita Nonmuslim
Sebagai ajaran yang paripurna, Islam telah memberikan aturan yang jelas
mengenai pernikahan. Karena pernikahan merupakan ritual penting yang tidak
hanya menyangkut masalah fikih. Pernikahan ternyata juga menyangkut masalah
sosial, budaya, dan politik yang lebih kompleks. Seorang muslim harus
memandang perkawinan dari perspektif yang komprehensif. Apalagi jika
menyangkut perkawinan dengan nonmuslim.
Lalu bagaimana status dan bahaya pernikahan dengan nonmuslim yang dilakukan
atas nama cinta, toleransi, persamaan manusia, atau mengutip nash Alquran
sebagai legitimasi kehidupannya? Siapa saja yang termasuk dengan golongan
nonmuslim? Bagaimana pula dengan wanita ahlulkitab? Apakah kaum nasrani
sekarang termasuk ahlul kitab?
Dalam buku ini Abdul Muta’al Jabri cukup matang mengupas status pernikahan
para pemuda muslim dengan wanita nonmuslim dari perspektif fikih. Demikian
halnya wanita muslim dengan para pemuda nonmuslim. Karya ini ditulis
berawal dari refleksi kritis penulis yang melihat adanya upaya dari orang-
orang yang ingin menimbulkan api fitnah secara sporadis dengan membuat
tuduhan bahwa para pemuda muslim berusaha menarik para pemudi beragama
Masehi untuk dikawini.
Dan penulis cukup jeli menyikapi adanya berbagai perselisihan pendapat yang
terjadi selama ini. Sebagaimana diketahui, sampai saat ini pun sebagian
umat masih ada yang berbeda pendapat mengenai status pernikahan pemuda
nonmuslim dengan para wanita ahlulkitab. Sebagian berpendapat boleh
sebagian berpendapat larangan mutlak. Larangan mutlak ini antara lain
dikemukakan oleh Sayyid Quthb, Imam Hasan Al Banna, dan Abul A’la Al
Maududi.
Sayangnya, tinjauan dari perspektif fikih ini tidak diimbangi dengan
tinjauan politis yang berbobot. Di bagian akhir, penulis hanya menyampaikan
bahwa Freemasonry ada di balik kekuatan ini. Dan aktor utamanya (lagi-lagi)
adalah zionisme internasional. Pemahaman terhadap aspek politis ini akan
lebih komprehensif seandainya penulis juga menguraikan zionisme, enam belas
protokol yang dicanangkannya, berikut gerakan cabang-cabangnya. Apalagi
konteks buku ini diterbitkan di Indonesia yang notabene adalah negara
sasaran zionisme internasional.
Seperti kita tahu, agen-agen zionisme di negeri ini tumbuh bak cendawan di
musim hujan. Tanpa mengetahui wujud asli gerakan zionisme ini umat masih
dimungkinkan untuk terperangkap ke dalam lubang yang sama. Gerakan-gerakan
ini juga berbasis pada kegiatan kemanusiaan, memberikan beasiswa di sekolah-
sekolah, bantuan makanan dan obat-obatan di permukiman-permukiman dan suku-
suku pedalaman. Seperti yang selama ini dilakukan oleh Rotary Club ataupun
Lions Club.
Meski begitu, setidaknya melalui karya ini kita masih memiliki kesempatan
untuk menata kembali diri kita dan sekaligus mewaspadai agenda gerakan-
gerakan zionisme yang mulai merebak di Tanah Air. Sekularisasi, dari jalan
yang halus hingga yang paling keji, kristenisasi. Belum lagi ditambah media
massa, cetak maupun elektronik, yang mencoba mengaburkan pandangan Islam
terhadap status maupun aspek mudharatnya. Mencoba mengelabui umat,
bahwa “there’s no problem with us”. Tidak ada masalah dengan kelangsungan
pernikahan keduanya (nonmuslim dan muslim). Dan uniknya, mereka kemudian
menisbatkan (baca: memvonis) bahwa tidak sedikit mereka yang menikah sesama
muslim justru akhirnya berakhir dengan perceraian.
Sebagai bahan pemikiran kita bersama, marilah kita resapi perkataan Abul
A’la Al Maududi,
”Tidaklah perkawinan yang demikian itu kccuali mendatangkan segala
marabahaya dan kemudaratan yang telah tampak dari dahulu dan terus menjadi
bahaya sampai sekarang. Coba lihat, siapakah yang telah mengotori prisnsip-
prinsip kehidupan sosial kita dengan berbagai adat-istiadat kesyirikan dan
kebodohan di negara India? Tidak lain hanyalah karena wanita-wanita ini
yang masuk ke rumah tangga Islam, yang masih dalam keadaan syirik atau
mereka hanya masuk Islam hanya namanya saja?
Siapakah yang kamu lihat telah merusak generasi muslim pada nilai dan agama
mereka? Tidak lain adalah ibu-ibu yang melahirkan anak-anak kaum muslimin
dengan unsur-unsur kesyirikan dan kejahiliahan di hati-hati mereka.
Siapakah yang telah kamu lihat telah mendorong pemerintahan negeri-negeri
Islam menuju pada kehancuran? Tidak lain karena kecintaan kepada wanita-
wanita kafir sehingga menguasai hati-hati para pemimpin di negeri kaum
muslimin."
Wallahu alambishshawab
Sebagai ajaran yang paripurna, Islam telah memberikan aturan yang jelas
mengenai pernikahan. Karena pernikahan merupakan ritual penting yang tidak
hanya menyangkut masalah fikih. Pernikahan ternyata juga menyangkut masalah
sosial, budaya, dan politik yang lebih kompleks. Seorang muslim harus
memandang perkawinan dari perspektif yang komprehensif. Apalagi jika
menyangkut perkawinan dengan nonmuslim.
Lalu bagaimana status dan bahaya pernikahan dengan nonmuslim yang dilakukan
atas nama cinta, toleransi, persamaan manusia, atau mengutip nash Alquran
sebagai legitimasi kehidupannya? Siapa saja yang termasuk dengan golongan
nonmuslim? Bagaimana pula dengan wanita ahlulkitab? Apakah kaum nasrani
sekarang termasuk ahlul kitab?
Dalam buku ini Abdul Muta’al Jabri cukup matang mengupas status pernikahan
para pemuda muslim dengan wanita nonmuslim dari perspektif fikih. Demikian
halnya wanita muslim dengan para pemuda nonmuslim. Karya ini ditulis
berawal dari refleksi kritis penulis yang melihat adanya upaya dari orang-
orang yang ingin menimbulkan api fitnah secara sporadis dengan membuat
tuduhan bahwa para pemuda muslim berusaha menarik para pemudi beragama
Masehi untuk dikawini.
Dan penulis cukup jeli menyikapi adanya berbagai perselisihan pendapat yang
terjadi selama ini. Sebagaimana diketahui, sampai saat ini pun sebagian
umat masih ada yang berbeda pendapat mengenai status pernikahan pemuda
nonmuslim dengan para wanita ahlulkitab. Sebagian berpendapat boleh
sebagian berpendapat larangan mutlak. Larangan mutlak ini antara lain
dikemukakan oleh Sayyid Quthb, Imam Hasan Al Banna, dan Abul A’la Al
Maududi.
Sayangnya, tinjauan dari perspektif fikih ini tidak diimbangi dengan
tinjauan politis yang berbobot. Di bagian akhir, penulis hanya menyampaikan
bahwa Freemasonry ada di balik kekuatan ini. Dan aktor utamanya (lagi-lagi)
adalah zionisme internasional. Pemahaman terhadap aspek politis ini akan
lebih komprehensif seandainya penulis juga menguraikan zionisme, enam belas
protokol yang dicanangkannya, berikut gerakan cabang-cabangnya. Apalagi
konteks buku ini diterbitkan di Indonesia yang notabene adalah negara
sasaran zionisme internasional.
Seperti kita tahu, agen-agen zionisme di negeri ini tumbuh bak cendawan di
musim hujan. Tanpa mengetahui wujud asli gerakan zionisme ini umat masih
dimungkinkan untuk terperangkap ke dalam lubang yang sama. Gerakan-gerakan
ini juga berbasis pada kegiatan kemanusiaan, memberikan beasiswa di sekolah-
sekolah, bantuan makanan dan obat-obatan di permukiman-permukiman dan suku-
suku pedalaman. Seperti yang selama ini dilakukan oleh Rotary Club ataupun
Lions Club.
Meski begitu, setidaknya melalui karya ini kita masih memiliki kesempatan
untuk menata kembali diri kita dan sekaligus mewaspadai agenda gerakan-
gerakan zionisme yang mulai merebak di Tanah Air. Sekularisasi, dari jalan
yang halus hingga yang paling keji, kristenisasi. Belum lagi ditambah media
massa, cetak maupun elektronik, yang mencoba mengaburkan pandangan Islam
terhadap status maupun aspek mudharatnya. Mencoba mengelabui umat,
bahwa “there’s no problem with us”. Tidak ada masalah dengan kelangsungan
pernikahan keduanya (nonmuslim dan muslim). Dan uniknya, mereka kemudian
menisbatkan (baca: memvonis) bahwa tidak sedikit mereka yang menikah sesama
muslim justru akhirnya berakhir dengan perceraian.
Sebagai bahan pemikiran kita bersama, marilah kita resapi perkataan Abul
A’la Al Maududi,
”Tidaklah perkawinan yang demikian itu kccuali mendatangkan segala
marabahaya dan kemudaratan yang telah tampak dari dahulu dan terus menjadi
bahaya sampai sekarang. Coba lihat, siapakah yang telah mengotori prisnsip-
prinsip kehidupan sosial kita dengan berbagai adat-istiadat kesyirikan dan
kebodohan di negara India? Tidak lain hanyalah karena wanita-wanita ini
yang masuk ke rumah tangga Islam, yang masih dalam keadaan syirik atau
mereka hanya masuk Islam hanya namanya saja?
Siapakah yang kamu lihat telah merusak generasi muslim pada nilai dan agama
mereka? Tidak lain adalah ibu-ibu yang melahirkan anak-anak kaum muslimin
dengan unsur-unsur kesyirikan dan kejahiliahan di hati-hati mereka.
Siapakah yang telah kamu lihat telah mendorong pemerintahan negeri-negeri
Islam menuju pada kehancuran? Tidak lain karena kecintaan kepada wanita-
wanita kafir sehingga menguasai hati-hati para pemimpin di negeri kaum
muslimin."
Wallahu alambishshawab
0 Response to "Dampak Politis Menikahi Wanita Nonmuslim"
Posting Komentar