Lari Cepat
Tanpa Garis Finish
Salah satu ciri remaja yang kayaknya harus ada adalah selalu ingin ngetren, always up to date. Saya juga dulu begitu lho. Jaman teman-teman seangkatan saya gandrung musik keras heavymetal, saya ikutan. Mulai Deep Purple, Def Leppard, Iron Maiden, dan Metallica, kasetnya saya koleksi. Terkadang saya bela-belain menghemat uang jajan untuk ‘ngemil’ kaset-kaset kesukaan saya itu. Poster-poster mereka juga saya pajang di kamar tidur saya.
Pas tarian patah-patah, break dance, ngetop, saya juga ikutan latihan, meski nggak jago-jago amat. Soal makanan juga demikian. Waktu mulai ngetop Pizza Hut dan burger saya juga kepengen nyoba. Penasaran.
Dan pola hidup remaja yang latah pada tren juga saya lihat pada kamu-kamu sekarang ini. Mulai dandanan sampai soal isi perut terpengaruh berat pada tren yang berkembang. Jangan tanya juga soal selera musik dan tontonan. Remaja putri mana sih yang nggak kenal tangtop, pakaian yang nge-street, dsb.Remaja mana juga yang nggak kenal Spiderman, X-Men, Tomb Raider. Kayaknya sedikit sekali remaja seangkatan kamu yang nggak main PS atau gim Championship Manager. Sama sedikitnya dengan remaja yang nggak ngeh pada nama-nama pesepakbola macam Ryan Giggs, Michael Ballack. Atau, nama pembalap dari arena F1 macam Michael “Schummy” Schumacher bareng adiknya, Ralf, juga David Coulthard.
Ya, kita memang hidup di jaman yang sudah kena pengaruh globalisasi. Yang kata dua orang futurolog Amerika John Naisbit dan Patricia Aburdene, dunia akan punya selera yang sama dalam soal 3F Fun, Fashion dan Food. Ramalan itu nggak salah-salah amat. Sebagian besar kita rasakan di sini.
Tapi coba kita berhenti sebentar saja dari kegiatan mengikuti tren, berpikir sejenak, apa sih untungnya kita mengikuti kebiasaan seperti itu? Dianggap gaul? Asyik-asyik aja atau apa? Lalu, sampai kapan kita akan terus berlari mengikuti tren. Padahal tren itu adalah sesuatu yang bisa berubah dengan amat cepat. Sekali kita memutuskan untuk ikut tren, sama seperti ikut perlombaan lari cepat tanpa ada garis finish. Pasti kamu tidak mau kan?
Saya juga harus bilang pada kamu semua, remaja, dari sejumlah tren itu memang ada yang positif tapi nggak sedikit yang negatif. Soal pergaulan, busana, dan gaya bicara, saya lihat ada yang harus kita pilih-pilih dengan bijak.
Soal seks bebas jelas itu kudu ditolak meski banyak propaganda di berbagai tulisan dan tontonan yang menggoda kamu untuk melakukannya. Meski menurut orang-orang yang mengkampanyekannya it’s OK aja asal dilakukan dengan aman dan bertanggung jawab. Ini sama sekali nggak sehat.
Atau soal pakaian, khusus untuk kamu anak perempuan, apakah kamu nggak merasa malu atau nggak enak saat pakai busana yang membuka aurat. Juga soal etika bicara dan pergaulan sebagian juga saya lihat negatif, seperti kebiasaan remaja sekarang mengacungkan jari tengah yang dalam etika pergaulan di Barat ‘sono’ adalah sama sekali tidak sopan.
Penting sekali kita berpikir dengan serius soal gandrung pada tren. Jangan-jangan kita jadi terperosok pada tren yang negatif. Karena ingin dicap gaul dan tren, ada saja remaja yang mau ngelakuin perbuatan yang mereka sesali kemudian, seperti mengkonsumsi narkoba. Untuk itulah jauh-jauh hari Rasulullah saw. memberikan nasihat pada kita-kita
“Kelak kalian akan mengikuti jalan hidup umat-umat sebelum kalian, sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta, sampai mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pun akan masuk ke dalamnya,”
Nggak usah risau kalau kamu tidak menjadi remaja yang trendi, apalagi bila itu adalah sesuatu yang negatif. Juga jangan diambil hati kalau orang-orang meledek kita sebagai remaja yang ‘kuper’, kurang pergaulan. Kenyataannya, berbuat mengikuti omongan orang lain itu jauh dari menyenangkan, mirip satu kisah klasik dari Timur Tengah yang diceritakan seorang kawan dekat saya. Yaitu tentang seorang ayah dan anaknya yang kebingungan dengan cara menaiki seekor keledai dalam perjalanan. Kalau ayahnya yang naik, orang-orang yang melihatnya menyebutnya sebagai orang tua yang tidak punya perasaan. Kalau anaknya yang naik orang-orang mencelanya sebagai anak durhaka, karena enak-enakan naik keledai sementara ayahnya jalan kaki. Dan kalau dinaiki berdua orang-orang meneriaki mereka sebagai ‘orang-orang kejam yang suka menyiksa hewan’. Tapi kalau mereka menuntun keledai itu orang-orang meledek mereka sebagai ‘orang bodoh itu yang tidak tahu cara memanfaatkan hewan tunggangan’.
Jelas, kan? Mengikuti omongan orang atau tren itu melelahkan dan membingungkan. Sulit bagi kita menentukan yang benar dan salah, yang pas dan yang tidak. Karena setiap orang -- termasuk tren dan kebiasaan -- pasti berlainan.
Kalau begitu apa yang harus kita lakukan? Jawabannya sudah jelas sekali. Bukankah Allah SWT. telah menurunkan agama ini sebagai tuntunan hidup? Lalu kenapa kita tidak memulai untuk menjadikannya sebagai cara kita hidup. Kita jadikan Islam sebagai pedoman cara berpakaian, cara berperilaku, cara berbicara, cara makan, dan juga untuk seluruh kehidupan kita. Nggak menyesal dan tidak akan membingungkan. Jangan terpengaruh pada omongan orang lain soal keislaman kita. Juga nggak usah takut kita dicap fanatik, atau malah fundamentalis. Kalau Allah dan RasulNya sudah menetapkan suatu keputusan bagi kita, pasti itu yang terbaik buat kita. Dengan menjadi muslim yang baik, mengikuti ajaranNya, kita akan mendapatkan ketenangan dan kekayaan hidup. Nggak bakalan pusing dengan omongan orang atau tren-tren di sekeliling kita. Yakinlah Allah nggak bakal menyusahkan kita.
“dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”(Al An’am [6]:153).
" " "
0 Response to "Lari Cepat"
Posting Komentar