Lawan itu bernama nafsu
Hidup dan
godaan itu seirama. Godaan pertama dari
dunia itu sendiri, manusia, syetan dan hawa nafsu. Dari
keempat bentuk godaan tersebut yang paling sukar adalah memerangi dan
mengendalikan hawa nafsu.
Kita
tidak dapat mengikisnya hingga habis, karena nafsu juga mempunyai manfaat,
yakni selama nafsu tersebut tidak mengalahkan dan mengendalikan pikiran kita.
Selama ia tidak merajai diri kita. Bila nafsu sampai berkuasa, manusia normal
bisa hilang kendali.
Lain
halnya dengan syetan. Syetan dapat kita taklukan dengan mutlak. Bahkan Syetan
penggoda Nabi Muhammad saw. takluk dan masuk Islam. Kuncinya adalah mukhlisinalahuddin,
ikhlas dalam beragama. Syetan akan dengan enaknya menggoda siapa saja tanpa
memandang keturunan, baik dari kalangan abid (ahli ibadah) maupun 'alim
(ilmuwan), semua jenis manusia bisa dirayu dan dikendalikannya, kecuali adalah
mereka yang memiliki keikhlasan. Jadi ikhlas adalah benteng untuk melindungi
diri dari kejahatan syetan.
Hawa
nafsu sering ditunggangi syetan untuk mewujudkan keinginannya. Kita harus mampu
mengalahkan syetan dengan mutlak dengan mengendalikan keinginan hawa nafsu.
Kompromi
sulit hawa nafsu
Hawa
nafsu sangat sukar diajak kompromi untuk membulatkan hati beribadah kepada
Tuhan, sebab hawa nafsu hanya selalu menjauhkan kita dari Allah swt. Hawa nafsu
bahkan membuat kita lupa kepada Allah swt. Untuk itu diperlukan alat untuk
mengendalikan hawa nafsu, yakni takwa.
Ibarat
mengendalikan kuda binal, kita harus bisa mengendalikan hawa nafsu untuk
kebaikan dan kebenaran, jangan sampai terjerumus ke dalam hal-hal yang
mencelakakan, merusak dan menyesatkan.Tentu tidak ada cara lain selain kita
mengharap maunah dari Allah swt agar diberikan kekuatan.
Setelah
seseorang mampu menaklukan godaan-godaan yang sifatnya tetap, maka akan timbul
godaan-godaan yang muncul musiman, alias tidak tetap. Godaan itu kadangkala
muncul, tapi suatu saat ia lenyap. Kejadian seperti ini sering membuat hati
kita menjadi bimbang dan lemah dalam beribadah. Bentuk godaan musiman itu
diantaranya adalah :
Rezeki
Orang
suka bertanya-tanya, dari mana aku harus memenuhi kebutuhan hidup, diri dan
keluarga. Dari mana itu semua harus diperoleh? Sering godaan dalam bentuk
rezeki ini sedemikian menggelitik jiwa sehingga muncul pertanyaan-pertanyaan
yang beraneka ragam. Masihkah Tuhan berbelas kasihan dengannya. Mengapa orang
lain diberikan kemudahan dalam rezeki sedang dirinya begitu sulit mencari
sesuap nasi. Mengapa sekedar untuk kebutuhan pangan saja sulitnya bukan main.
Masihkah ada keadilan? Di mana kemahapemurahan Tuhan, dan seterusnya
Gugatan-guugaatan
seperti itu meluncur begitu saja dari diri kita. Semakin kotor jiwa semakin
gencar ungkapan-ungkapan itu terdengar dan terlontarkan. Purbasangka ini
meluncur mulus bagai mobil berjalan diatas jalan tol. Nampak di sana ada
korelasi antar kotornya jiwa dengan jarak antara sang hamba dengan Tuhan. Jiwa
yang kotor, semakin kotor juga prasangkanya terhadap yang Maha Pencipta.
Tali
jebakan
Bentuk
godaan lain adalah perangkap. Orang sering bingung dengan munculnya
pertanyaan-pertanyaan yang menghantui diri. Bermacam-macam bahaya, keinginan
ini, itu, dan kekhawatiran-kekhawatiran menyangkut dunia usahanya, karirnya, perniagaannya
dsb, semuanya hadir dikala hati sedang bingung. Inilah wujud dari fariasi
takdir yang menimpa manusia.
Takdir
ada yang dirasakan manis, tetapi ada pula yang dirasakan amat getir. Sedangkan
hawa nafsu akan cepat mengeluh, bagaimana, ini? Mengapa demikian?
Untuk
dapat keseimbangan melewati masa-masa seperti itu sudah semestinya dilakukan
usaha ekstra keras. Kedekatan kepada Yang Maha Kuasa dilakukan lebih inten
lagi. Orang yang beriman sudah mengetahui kuncinya dengan
menghidupkan/mengaktifkan kembali aktifitas dzikir, istighfar dan shalat malam
(shalatul lail) untuk memohon kekuatan dan bantuan-Nya. Demikian juga
terhadap panggilan Tuhan tidak disikapi dengan santai dan berleha-leha, tapi
segera dan dengan penuh gairah.
Tawakkal
Kepada Allah swt.
Dalam
masalah rezeki, kita harus tawakkal dan berserah diri kepada Allah swt. Sebab
yang berwewenang mengucurkan rezeki itu memang hanya Dia semata. Besar kecilnya
jumlah rizki yang akan diberikan kepada setiap makhluknya semua merupakan
rahasia langit yang dalam hal ini Allah swt yang punya kewenangan.
Kalau
ada dukun atau peramal yang mencoba mengurai dan mengintip nasib seseorang, itu
hanya akal-akalan. Kaum muslimin dilarang mempercayainya walau sebesar dzarah.
Kita
sangat prihatin dengan maraknya para pencemar ajaran agama di media massa dalam
rubrik konsultasi. Mereka menjual murah ungkapan-ungkapan mulia kaum muslimin
seperti Insya Allah, Alhamdulillah, Shalat Tahajud disela-sela sebagain besar
misinya yang cenderung syirik. Mereka memanfaatkan orang yang beriman tipis
dengan memberikan solusi berbagai 'kesulitan' hidup, ditukar dengan sekeping
uang konsultasi. Begitu hinanya.
Ketertarikan
kita kepada seorang peramal atau dukun, berarti kita telah membuat cacat iman
di mata Tuhan, bila demikian kita sudah mulai bersentuhan dengan wilayah syirik
tersebut. Inilah dosa terbesar yang sering mengantar ummat manusia pada
kebinasaan. Orang sering tidak sabar menghadapi cobaan-cobaan hidup kemudian
akhirnya bermain-main ke wilayah syirik ini. Mungkin pada mulanya hanya
bermain-main iseng tanpa ada maksud untuk terlibat di dalamnya. Ujungnya malah
menggelincirkannya lebih jauh. Apalagi kalau satu dua kali ternyata tidak
meleset, maka kesesatan itu terus bertambah-tambah.
Tanpa
disadari, kini telah terjadi proses evolusi syirik. Syirik menyentuh kukan saja
masyarakat awam, tapi juga kalangan terdirik dan modern. Syirik itu telah
menjamah ke sudut-sudut bumi yang kita huni ini, di desa yang sepi
digemerlapnya metropolitan.
Mewaspadai
godaan
Perasaan
was-was menghadapi hidup yang muncul dikala hati sedang bingung itu tidak lain
dari Syetan. Syetan senang memanfaatkan hati yang sedang dalam kondisi seperti
itu untuk menyerang manusia. Bagi orang yang sedang bingung, disitulah
lubangnya Syetan dan pasukannya untuk menghimpit dan mengobrak-abrik iman
seseorang. Setelah mereka berhasil masuk maka mereka akan bertindak sesukanya.
Syetan akan dengan seenaknya menuntun kaki kita untuk melangkah ke tempat
maksiat, membimbing tangan dan mata kita mengambil dan melihat barang yang
haram. Mengarahkan pikiran dan perasaan kita pada sikap yang menjauh dari
kendali hukum Tuhan.
Bila
gejala ini sudah dirasakan, maka tidak ada jalan yang aman selain segera bina
kekuatan diri untuk kembali kepada Tuhan. Bangun kembali benteng pertahanan
iman yang telah rapuh dan tergerogoti godaan. Ibadah shalat yang mungkin sudah
mulai bolong-bolong diperbaiki kembali, silaturrahmi dan amalan-amalan sunnah
yang semakin jarang dikerjakan, dihidupkan ulang.
Rasulullah
bersabda: "Seorang yang kurang amalan-amalannya maka Allah akan
menimpakannya dengan kegelisahan dan kesedihan." (HR. Ahmad)
Pemanfaatan
waktu-waktu luang yang lebih banyak untuk hal-hal yang tidak bermanfaat
dialihkan kepada yang mempunyai nilai guna. Membaca tafsir qur'an, menelaah
buku-buku agama, berdialog atau menghadiri pertemuan-pertemuan
(majelis-majelis) agama tidak ada salahnya digairahkan kembali. Hal-hal seperti
itu akan membuat suasana jiwa menjadi hidup dan segar kembali.Jiwa yang segar
akan menumbuhkan keimanan. Dengan begitu kondisi iman yang kendur bisa kencang
kembali.
Hanya
dengan pulihnya kembali iman itu syetan akan takut dan menyingkir. Mereka akan
segera lari tunggang-langgang setelah antibodi iman ini berjalan dengan baik
dan efektif. Tentu saja iman yang efektif adalah iman yang menghasilkan amal
sholeh yang diakukan secara ikhlas yang hanya mengharapkan keridhaan Allah SWT
semata.
0 Response to "Lawan itu bernama nafsu"
Posting Komentar