Menapaki Kekuasaan Melalui
Thalabun Nushrah
Setelah kita memahami bahwasanya perjuangan untuk penerapan sistem hukum Islam –yang dilakukan suatu jamaah/harakah/kutlah dakwah- harus dilakukan secara totalitas dan tanpa melalui cara-cara fisik (kekerasan/militer), muncul pertanyaan, bagaimana caranya untuk sampai ke tingkat kekuasaan atau pemerintahan? Khususnya jika umat dalam keadaan beku dan dikungkung oleh kekuasaan yang menolak syariat Islam. Sebab, penerapan sistem hukum Islam secara total harus berada dalam format institusi negara (kekuasaan), yaitu Daulah Islamiyah.
Rasulullah saw telah memberikan kepada kita seluruh langkah yang memungkinkan untuk mencapai jenjang kekuasaan/pemerintahan. Langkah-langkah Rasulullah saw yang demikian intens dan dilakukan secara terus menerus hingga memperoleh keberhasilan, menunjukkan bahwa apa yang dijalani oleh beliau merupakan metoda (manhaj/thariqah), bukan sekedar cara (uslub). Dan setiap orang yang bergerak dalam aktivitas dakwah, yang menghendaki pada upaya penerapan sistem hukum Islam secara total melalui format Daulah Islamiyah, wajib memahami dan mengambil langkah-langkah Rasulullah saw ini. Metoda ini disebut dengan thalabun nushrah (seruan untuk memperoleh pertolongan/perlindungan).
Thalabun nushrah dilakukan Rasulullah saw. setelah gangguan terhadap beliau semakin keras, yaitu setelah wafatnya paman beliau saw. Abu Thalib. Beliau pergi ke kota Thaif untuk meminta pertolongan dan perlindungan dari Bani Tsaqif, dengan harapan mereka mau menerima seruan beliau. Ketika sampai di kota Thaif, beliau menemui sekelompok pemimpin dan orang-orang terkemuka dari Bani Tsaqif. Beliau mengajak mereka (untuk beriman) kepada Allah. Beliau juga menyatakan maksud kedatangannya untuk meminta perlindungan dan pembelaan mereka kepada Islam, agar mereka berdiri di pihak beliau dalam menghadapi siapapun dari kaumnya yang menentang beliau. Namun mereka menolak. Sekembali beliau ke kota Makkah -di saat-saat musim haji- beliau menemui kabilah-kabilah Arab yang hadir di kota Makkah. Beliau mengajak mereka untuk beriman kepada Allah dan menyampaikan kepada mereka bahwa beliau adalah Nabi yang diutus untuk mereka. Beliau meminta mereka untuk membenarkan sekaligus melindung beliau.
Fenomena ini menjelaskan bahwa Rasulullah saw menempuh manhaj baru yang belum pernah beliau lakukan sebelumnya. Beliau mengkhususkan dakwah untuk mendapatkan perlindungan dari kelompok-kelompok yang memiliki kemampuan untuk memberikan perlindungan. Dengan kata lain beliau menambahkan aktivitas dakwah pada Islam, dengan dakwah untuk mendapatkan perlindungan terhadap dakwah Islam. Fokus dakwahnya ditujukan pada kelompok-kelompok yang kuat guna mendapatkan perlindungan. Beliau terus berusaha mewujudkan perlindungan untuk dakwahnya, sejak beliau kembali dari kota Thaif sampai perlindungan tersebut diperolehnya dari penduduk kota Madinah. Aktivitas untuk memperoleh perlindungan bagi dakwahnya ini merupakan rangkaian dari hukum-hukum syara yang menyangkut tata cara menyampaikan dakwah agar memperoleh perlindungan dari ancaman musuh-musuhnya. Sekaligus merupakan penjelasan mengenai tata cara mendirikan Daulah Islamiyah.
Dari penelaahan terhadap sirah ketika beliau memulai manhaj baru ini didapatkan hal-hal sebagai berikut:
Rasulullah saw tidak mencari pelindung/pertolongan kecuali setelah gangguan kepada beliau semakin keras, yaitu setelah paman beliau Abu Thalib meninggal. Rasulullah saw. pernah bersabda: “Orang-orang Quraisy tidak pernah melakukan apa yang aku benci sampai Abu Thalib meninggal” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi, jilid I/282). Kerasnya gangguan itulah yang mendorong beliau untuk mencari jamaah/ kelompok yang mau masuk Islam dan melindungi dakwah.
Orang-orang kafir Makkah yang sebelumnya bersikap keras terhadap dakwah Rasulullah mengajak kepada Islam, bersikap lebih keras lagi ketika mengetahui Rasulullah memulai dakwah kepada jamaah/kelompok untuk melindungi dakwah beliau. Ibnu Hisyam berkata, Kemudian Rasulullah kembali ke Mekah. Sedangkan kaumnya menjadi lebih keras pada beliau dalam menentang dan meninggalkan agama beliau (ibidem, jilid I/285).
Para sahabat beliau berjumlah sedikit dan merupakan orang-orang yang lemah, sehingga mereka tidak mampu melindungi dakwah. Berkata Ibnu Hisyam, Kecuali sedikit (orang) yang lemah dari orang-orang yang beriman kepadanya (ibidem, jilid I/285). Mereka adalah orang-orang lemah dan tidak ada di antara mereka jamaah/kelompok yang mampu melindungi dakwah. Sekalipun ada diantara mereka pribadi-pribadi yang kuat secara individual, seperti Hamzah dan Umar.
Rasulullah saw mencari pertolongan (thalabun nushrah) kepada jamaah/kelompok yang kuat dan memiliki kemampuan untuk melindungi dakwah, bukan kepada individu, bukan pula pada jamaah/kelompok yang lemah. Kalaupun beliau meminta pertolongan/perlindungan kepada individu-individu, individu tersebut dianggap representasi dari jamaah/kelompok. Beliau meminta pertolongan pada Bani Tsaqif, karena Bani Tsaqif adalah kabilah yang kuat. Disamping itu beliau juga meminta pertolongan kepada sekelompok orang dari kabilah Kilab, yang juga merupakan jamaah/kelompok yang kuat. Demikian pula dengan kepada bani Hanifah. Beliau juga minta pertolongan pada Suwaid bin Shamit, yang merupakan tokoh terhormat dari kaumnya. Ibnu Hisyam berkata, Rasulullah berada di tempat-tempat istirahat para kabilah Arab (pada musim haji) kemudian beliau bersabda, Hai Bani Fulan Aku ini adalah Rasul Allah (yang diutus) kepada kalian…(ibidem, jilid I/285) dan seterusnya. Dan Ibnu Hisyam berkata lagi, Itulah yang dilakukan Rasulullah saw setiapkali menemui orang-orang (para kabilah arab). Ketika orang-orang berkumpul di saat musim haji, beliau mendatangi dan menyeru mereka untuk beriman kepada Allah dan kepada Islam, serta menawarkan diri beliau (untuk dilindungi) pada mereka dan menjelaskan (pada mereka) hal-hal yang beliau bawa dari Allah, berupa petunjuk dan rahmat. Dan apabila beliau mendengar seorang ternama dan terhormat datang ke Mekah, pasti beliau mendatanginya dan menyerunya kepada Allah, dan menawarkan Islam kepada mereka. Semua ini menunjukkan bahwa thalabun nushrah hanya diminta pada jamaah/kelompok yang kuat.
Bahwa Rasulullah saw meminta kepada jamaah/ kelompok yang kuat itu dua perkara secara bersamaan, yaitu pertama masuk Islam dan berpegang teguh padanya; kedua melindungi dakwah dan menolongnya. Ibnu Hisyam berkata, Rasulullah berada di tempat istirahat kabilah-kabilah Arab dan beliau bersabda pada mereka, Hai Bani Fulan sesungguhnya aku ini adalah Rasul Allah pada kalian, yang memerintahkan kalian agar kalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan meninggalkan apa yang kalian sembah selain Dia. Yaitu, beragam sembahan ini. Hendaklah kalian beriman kepadaku, membenarkan aku, dan melindungi aku sehingga aku (mampu) menyampaikan dari Allah apa-apa yang aku diutus dengannya (ibidem, jilid I/285).
Maka merupakan suatu keharusan untuk aktivitas thalabun nushrah dan mencari perlindungan terhadap dakwah memenuhi dua syarat, yaitu:
Hendaknya thalabun nushrah diminta dari sebuah jamaah, baik diminta dari jamaahnya secara langsung atau dari individu yang merupakan representasi dari jamaah tersebut.
Hendaknya jamaah/kelompok tersebut diduga kuat memiliki kemampuan untuk menolong dan melindungi dakwah.
Dalam kesempatan lain sepulangnya dari Thaif, Rasulullah saw menawarkan dirinya pada sekelompok orang dari kabilah Kilab yang disebut sebagai Bani Abdillah. Orang-orang ini dianggap sebagai kelompok kuat dalam sebuah negara. Ibnu Hisyam berkata dari nabi saw, Bahwa beliau mendatangi kabilah Kilab ditempat-tempat istirahat mereka, yang dikenal sebagai Bani Abdillah. Kemudian Rasulullah menyeru mereka agar beriman kepada Allah Swt dan menawarkan diri beliau pada mereka. Bahkan sampai berkata pada mereka, Ya Bani Abdillah, sesungguhnya Allah azza wajalla telah memberi kebaikan kepada nama bapak kalian (ibidem, jilid I/286).
Rasulullah saw juga menawarkan dirinya kepada bani Amr bin Sha'sha'ah, dan meminta mereka untuk melindunginya dan berdiri di pihak beliau dalam menghadapi orang-orang Quraisy serta membawa beliau ke kampung halaman mereka. Mereka bersedia memberikan perlindungan dan pertolongannya dengan meminta syarat kepada Rasulullah saw. Tetapi beliau saw menolak dengan tegas syarat tersebut.
Rasulullah berbicara dengan utusan yang datang dari Madinah ke kota Makkah yang merupakan sekutu Quraisy. Mereka dipimpin oleh Abu al-Haisar dan Anas bin Rafi'. Bersamanya ikut sekelompok orang dari Bani Asyhal, termasuk Iyas bin Mu'adz. Mereka merupakan representasi dari kabilah Khazraj yang merupakan jamaah yang kuat di Madinah. Kemudian Rasulullah berbicara dengan sekelompok pemuka Khazraj yang berjumlah 6 orang. Mereka mengambil tugas untuk meyakinkan kaumnya. Sehingga pertolongan/perlindungan (nushrah) didapatkan melalui mereka. Pada pertemuan berikutnya terjadilah peristiwa bai'at aqabah yang pertama. Lalu dikirimkannya Mush'ab bin Umair ke kota Madinah untuk membina orang-orang yang telah memeluk Islam, menyebarluaskan risalah Islam di kota itu, meraih dukungan dari tokoh-tokoh kabilah, dan mempersiapkan pondasi masyarakat untuk membangun peradaban Islam dalam format Daulah Islamiyah. Pada tahun berikutnya datang tujuh puluh tiga laki-laki dan dua orang wanita dari kota Madinah. Mereka bersedia menyerahkan loyalitasnya hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, serta siap sedia untuk membela dan memperjuangkan risalah Islam dari incaran musuh-musuh Islam dan kaum Muslim. Peristiwa tersebut dikenal sebagai bai'at aqabah kedua.
Belum genap setahun, Rasulullah saw dan sebagian besar kaum Muslim melaksanakan hijrah ke kota Madinah. Disanalah beliau saw secara de facto memperoleh kepemimpinan dan kekuasaan. Dengan demikian metoda thalabun nushroh yang sebelumnya beliau lakukan secara terus menerus terhadap berbagai kabilah kuat (seperti yang dilakukannya terhadap kabilah Tsaqif, kabilah Kindah, kabilah Hanifah, kabilah Amr bin Sha'sha'ah hingga kepada kabilah Khajraj dan Aus) telah berhasil diraih, dengan memperoleh perlindungan dan pertolongan dari penduduk Khajraj dan Aus yang berasal dari kota Madinah.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa thalabun nushrah mencakup setiap jamaah/kelompok yang diduga kuat (secara politis) memiliki kemampuan untuk menolong dakwah, baik berbentuk sebuah negara ataupun sebuah jamaah/kelompok dalam suatu negara.
Berdasarkan hal ini nushroh bisa ditawarkan kepada suatu jamaah/kelompok yang berupa suatu negara. Yang penting negara itu merdeka dan tidak dalam dominasi kekuasaan orang-orang atau negara kafir. Atau sekelompok perwira militer (seperti panglima dan para kepala staf angkatan) yang mempunyai pengaruh. Atau seorang pemimpin yang mempunyai pengaruh disuatu negeri (seperti kepala negara dan perdana menteri). Atau sekelompok orang dari sebuah jamaah/kelompok yang kuat dari suatu kabilah atau partai politik terbesar, yang mampu mengemban tugas untuk mendapatkan pertolongan dari kaum atau jamaah mereka.
Khatimah
Inilah hal-hal yang bisa dipahami dari kajian terhadap sirah Rasulullah saw dan kajian terhadap realitas dakwah pada saat ini. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan untuk mengikuti manhaj beliau saw. dalam perjalanan dakwah, sebagai sebuah hukum yang berasal dari Rasulullah saw. Dan inilah manhaj/metoda yang dicontohkan oleh Rasulullah saw untuk menapaki kekuasaan tatkala masyarakat tengah dikungkung oleh sistem yang kufur, yaitu melalui jalan pemikiran, politik, dan tanpa kekerasan disertai thalabun nushrah dan dukungan umat. Allah SWT berjanji untuk menolong orang-orang mukmin yang berpegang teguh pada syariat-Nya. Dia SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa (Qs. Al Hajj 40).
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.(QS. An Nuur 55).
0 Response to "Menapaki Kekuasaan Melalui Thalabun Nushrah"
Posting Komentar