Pengunjung

Sumber Hukum Islam

Diposkan oleh Unknown On 11.01


            Uraian materi
Sumber hukum Islam adalah suatu undang-undang, peraturan atau keputusan dan ketentuan yang dijadikan dasar acuan atau pedoman untuk mengatur kehidupan manusia, baik secara invidu maupun social.apabila ditinjau dari segi aspek hukum, syariat islam mencakup dua hal yaitu Al-Qur’an dan sunah (hadits). Dua hal ini menjadi dasar syariat secara keseluruhan. Kedua, hukum ijtihad yang ditetapkan oleh  ulama’ ahli fiqih. Melalui ijtihad para ulama’ merumuskan ketentuan yang terperinci menyangkut hukum wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.

 Al-Qur’an sebagai sumber utama hukum Islam
Pengertian Al-Qur’an
Dari segi bahasa Al-Qur’an berarti “yang dibaca” atau “bacaan” sedangkan dari segi istilah Al-Qur’an adalah firman (wahyu) Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril yang merupakan mukjizat dan menggunakan bahasa Arab, berisi tentang petunjuk dan pedoman hidup bagi manusia, dan bila kita membacanya merupakan ibadah.
     

Artinya: “sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (Q.S. Al-Isra’:9)

Nama-nama Al-Qur’an
Menurut Imam Ibn Jarir Ath-Thabari dalam dalam tafsirnya Jamiul Bayan bahwa Al-Qur’an memiliki empat nama, yaitu.
Al-Qur’an, karena ia dibaca, yaitu memberi pengertian pada kita supaya Al-Qur’an itu dibaca dan diamalkan isinya oleh umat islam.
Al-Kitab, karena ia ditulis, yaitu yang ditulis pada lembaran-lembaran yang dikumpulkan dan diikat menjadi mushaf.


Artinya: Itulah Al-kitab yang didalamnya tidak ada keraguan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (Q.S. Al-Baqarah:2)
Al-Furqan artinya penbeda, karena dia membedakan antara yang haq dan yang batil, antara yang benar dan yang salah


Artinya: maha suci Allah yang telah menurunkan al-furqon (al-qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia memberi peringatan pada seluruh alam. (Q.S. Al-Furqon:1)
Adz-Dzikr, artinya peringatan, yaitu peringatan dari Allah swt bagi mereka yang ingkar dan durhaka kepada-Nya.


Artinya: Al-Qur’an ini adalah peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya kebanyakan mereka tiada mengetahui yang hak, karena mereka berpaling. (Q.S. Al-Anbiya’:24)

kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama yang mana diturunkan kepada nabi Muhammad saw ketika beliau sedang berkhalawat di Gua hira kpada tanggal 17 Ramadlan 40 tahun dari kelahiran nabi. Menurut Syeh Muhammad Kundlori, Al-Qur’an diturunkan selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari dengan rincian: 12 tahun, 5 bulan, 13 hari diturunkan dimekkah dan 9 tahun, 9 bulan, 9 hari diturunkan dimadinah.Al-Qur’an terdiri dari 6666 ayat, 74.437 kalimat, 325.340 huruf, 114 surat, 30 juz dan 554 ruku’. Al-Qur’an dimulai dari surat Al-Fatihah dan diahiri dengan surat Qn-Nas. Al-Qur’an sebagai sumber hukum  memiliki tiga komponen dasar hukum yaitu sebagai berikut.
            Hukum I’tiqadiah, yaitu hukum  yang yang mengatur hubungan rahaniah manusia dengan Allah swt,dan berhubungan dengan masalah akidah (keimanan) dan tercermin dalam rukun iman.Ilmu yang mempelajari tentang keimanan disebut ilmu tauhid,ilmu kalam, atau ilmu usuluddin.
            Hukum Amaliah, yaitu hukum  yang mengatur hubungan rahaniah manusia dengan Allah swt, antara manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungan sekitarnya dan tercermin dalam rukun Islam dan disebut hukum syara’ atau syari’at dan ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu fiqih,.hukum syara’ dibagi menjadi dua kelompok yaitu
a). Hukum Ibadah yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt secara langsung dalam bentuk lahiriah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, kurban dan lain-lain. Biasanya mengacu pada mazhab yang ada, diantaranya.
> Imam Syafi’i
> Imam Hanafi
> Imam Maliki
> Imam Hambali
b). Hukum Muamalat, yaitu hokum yang mengatur manusia dengan sesame manusia serta alam sekitarnya.diantara contoh hokum muamalat yaitu sebagai berikut,
Hukum tentang pidana (Jinayah)
Hukum tentang warisan (fara’id)
Hukum tentang hukuman (hudud)
Hukum tentang perkawinan (munakahat)
Hukum tentang tata Negara (khilafah)
Hukum tentang perjuangan (jihad)
Hukum tentang jual beli (khiyar)
Hukum tentang pengadilan (aqdiyah)
            Hukum Khuluqiyah, yitu hukum yang berhubungan dengan moral atau akhlak manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam perbuatan manusia sehari-hari melalui gerakan mulut, tangan maupun kaki. Ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu akhlak atau tasawuf.


Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup
            Ajaran-ajaran yang termuat dalam Al-Qur’an adalah kalam Allah swt yang terahir untuk memberikan petunjuk yang benar kepada umat manusia, sepanjang masa oleh karena itu Al-Qur’an dijaga kemurnaiannya oleh Allah swt.


Artinya: “sesungguhnya kami (Allah) menurunkan peringatan (Al-Qur’an) itu dan sesungguhnya kami pasti senantiasa melindunginya (dari kepalsuan).” (Q.S. Al-Hijr:9)
Sebagai kitab suci terahir yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw, Al-Qur’an memiliki kelebihan dan keistimewaan yang tidak dipunyai oleh kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Keistimewaan dan kelebihannya antara lain.
Al-Qur’an mengandung ringkasan ajaran ketuhanan yang pernah dimuat pada kitab-kitab sebelumnya, dengan kata lain Al-Qur’an sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya.
Al-Qur’an ditujukan bagi semua umat sepanjang masa. Adapun kitab-kitab sebelumnya hanya untuk bangsa tertentu dan dalam waktu tertentu pula.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup abadi, karena Al-Quran memiliki kelengkapan yang luar biasa dalam berbagai aspek dan memiliki keluwesan dari segi pemahaman
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa yang sangat indah, mudah dibaca, diingat dan dipahami.
Kemurnian Al-Qur’an  dijamin oleh Allah tapi juga tidak lepas dari peran manusia dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an. Pada masa Rasulullah saw cara memelihara Al-Qur’an dengan hafalan dari para penghafal Al-Qur’an dan ditulis pada kulit pohon maupun binatang, sepeninggal Rasulullah karena dalam peperangan banyak sahabat yang hafal Al-Qur’an meninggal dunia maka Al-Qur’an mulai dibukukan  pada masa khalifah Abu Bakar As-Sidiq dan disempurnakan pada masa khalifah Usman Bin Affan dengan juru tulis sahabat Zaid bin Sabit.





Artinya: “Al-Qur’an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.”(Q.S. Ali-Imron:138}

Al-Hadis Sebagai Sumber Kedua Hukum Islam
            Menurut bahasa Hadis berarti baru atau kabar, sedangkan menurut istilah, Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad atau segala tingkah laku yang Nabi Muhammad saw baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Kedudukan hadis dalam ajaran Islam adalah sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an, maksudnya sesuatu perkara yang tidak didapati hukumnya dalam Al-Qur’an, maka hendaknya dicari dalam hadis.
Hadis Nabi Muhammad saw dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
Hadis Qouliyah, yaitu hadis yang didasarkan pada segenap perkataan (ucapan) Nabi Muhammad saw.
Hadis Fi’liyah, yaitu hadis yang didasarkan pada segenap prilaku (perbuatan) yang dilakukan Nabi Muhammad saw
Hadis Taqririyah, yaitu hadis yang didasarkan pada persetujuan (ketetapan) Nabi Muhammad saw terhadap apa yang dilakukan sahabatnya. Artinya, Nabi Muhammad memberikan penafsiran atas perbuatan yang dilakukan sahabatnya dalam suatu hukum Allah swt, seperti diamnya atas suatu tindakan yang dilakukan sahabat sebagai tanda persetujuan (boleh) atas perbuatan yang dilakuan sahabatnya.

Kedudukan Hadis
Hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Allah swt mewajibkan kepada kita supaya mentaati hukum-hukum maupum apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, karena ada beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga rasulullah saw menjelaskan hukumnya, baik dengan perkata’an, perbuatan, maupun dengan penetapan.




Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasulullah itu suri teladan yang baik.” (Q.S. Al-Ahzab:21}


Artinya: “……Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah……” (Q.S. Al-Hasyr:7)


Artinya: “katakanlah: taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang  kafir.”(Q.S. Ali-Imron:32)
êÉê»æÌåmäi äÒìÄåmäË êÉé<¼»A êäLBäNê· AçfäIäAAæÌí¼êzäM æÅä» BäÀêÈêI æÁå¸ìnäÀäM æÆêA Bä¿ êÅæÍäjæ¿äA æÁå¸æÎê¯ åOæ·äjäM
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu sekalian; kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu kitabullah (Al-Qur’an) dan sunah Rasul-Nya.” (H.R. Imam Malik)

Fungsi Hadis
Sebagai penguat atau pengukuh hukum yang telah disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, sehingga keduanya (Al-Qur’an dan Hadis) menjadi sumber hukum yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Contoh: larangan menyekutukan Allah sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an, namun dikukuhkan lagi oleh Rasulullah saw dalam hadisnya.
I º Ajq ÜA         BJ¸»A jJ· BI Á¸×JÃA ÜA

Artinya: “Inginkah kamu aku beri tahukan tiga dosa yang besar? Yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, dan menjadi saksi palsu atau berdusta.” (H.R.Muslim)
Sebagai penjelasan atau perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum.misalnya ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji. Ketiganya masih bersifat umum atau garis besar. Karena masih bersifat umum maka seperti halnya  Allah memerintahkan umat Islam untuk mendirikan shalat namun tidak diterangkan bagaimana pelaksanaannya, banyak rakaatnya, serta rukun dan syaratnya, disini fungsi hadis penjelaskan semua itu sehingga semua umatnya tidak kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut.
Ïêé¼äuå•C æÏêà æÌåÀåNæÍ ŒCäääiBäÀä· AæÌí¼äu
Artinya: “shalatlah sebagaimana kamu melihat saya shalat.” (H.R. Bukhari Muslim)
Menjelaskan hukum-hukum yang tidak ada dalam Al-Qur’an. Hadis juga dapat berfungsi untuk menetapkan hukum, apabila dalam Al-Qur’an tidak dijumpai.


Artinya: “Dan tidaklah apa yang diucapkannya (Rasul) itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan.” (Q.S. An-Najm:3-4)
Misalnya diharamkan menghimpun dua orang wanita yang bersaudara dalam perkawinan atau diharamkan menikahi wanita yang masih mempunyai hubungan muhrim.
 BäÈêNä» BäaäË êÑäCæjäÀæ»A äÅæÎäI äÜäË BäÇêNìÀä§äË êÑäCæjäÀæ»A äÅæÎäI å©ä¿æVäÍäÜ
Artinya: “Tidak boleh seseorang mengumpulkan (memadu) seorang wanita dengan (saudari) dan seorang wanita dengan saudari ibunya.” (H.R. Mutafaq alaihi)

Ilmu untuk mengetahui istilah-istilah yang dipakai dalam ilmu hadis disebut mustalah hadis,kegunaanya adalah untuk menilai kualitas hadis, apakah hadis itu sahih (benar) atau palsu.istilah-istilah yang perlu diketahui berkaitan dengan proses penyampaian sebuah hadis adalah sebagaimana berikut.
            Sanad yaitu orang-orang yang yang menjadi sandaran dalam meriwayatkan hadis, dengan kata lain sanad adalah orang-orang yang menjadi perantara dari nabi Muhammad saw, sampai kepada perawi (rangkaian perawi-perawi hadis)
            Matan yaitu perkataan (isi) hadis yang disampaikan.
            Rawi (perawi) yaitu orang yang meriwayatkan hadis
Dilihat dari segi jumlah (banyak atau sedikitnya) rawi yang menjadi sumber berita, hadis dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
Hadis Mutawatir
Hadis mutawatir adalah hadis memiliki banyak sanad dan tidak mungkin (mustahil) perawinya untuk berdusta, sebab diriwayatkan oleh benyak orang.Hadis mutawatir dibagi menjadi dua jenis, yakni
Mutawatir lafdhi, yaitu hadis yang mutawatir lafadznya, dengan kata lain hadis yang bersumber dari perkataan Nabi Muhammad saw.
Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadis yang mutawatir maknanya, dengan kata lain hadis yang bersumber dari perbuatan Nabi Muhammad saw. Hadis ini kuwalitasnya sama dengan keyakinan yang kita dapati apabila melihat dengan mata sendiri.
Hadis Ahad
Hadis ahad adalah hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir. Hadis ahad dapat dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan kuwantitas dan kuwalitas rawinya.
Ditinjau dari kuwantitas (jumlah) perawinya, terbagi menjadi tiga macam, yaitu hadis masyhur, hadis aziz dan hadis garib.
Hadis Masyhur, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga sanad yang berlainan
Hadis Aziz, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi.
Hadis Garib, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang sanad, dengan kata lain sanadnya hanya seorang diri.
Ditinjau dari segi kuwalitasnya, hadis ahad terbagi menjadi tiga macam, yaitu hadis sahih, hadis hasan dsn hadis dhaif.
Hadis Sahih, yaitu hadis yang sanadnya cukup dan dari awal hingga akhir dan disampaikan oleh rawi yang sempurna hafalannya. Adapun syarat-syarat hadis sahih adalah.
1). Sanadnya harus bersambung
2). Perawinya sudah balig
3). Perawinya berakal
4). Perawinya tidak pernah mengerjakan dosa besar atau tidak sering melakukan dosa kecil
5). Perawinyasempurna hafalannya
6).Perawinya harus adil dan hadis yang diriwayatkan tidak bertentangan dengan hadis mutawatir atau dengan ayat Al-Qur’an
Hadis hasan, yaitu hadis yang dari segi hafalan perawinya kurang dari hadis sahih
Hadis dhaif, yaitu hadis yang kehilangan satu atau lebih dari syarat-syarat hadis sahih dan hadis hasan
Pada masa rasulullah saw, pemeliharaan hadis hanya pada hafalan para sahabat, karena Nabi melarang membukukannya, dihawatirkan tecampur dengan Al-Qur’an. Pada pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (daulah bani Umaiyah) atas perintahnya maka hadis dibukukan untuk yang pertama kalinyadan kitab hadis pertama disusun oleh Malik bin Anas atau Imam Malik yang berjudul Al-Muwatta’ pada masa pemerintahan bani Abbasiyah. Dengan demikian lahirlah kitab-kitab hadis sahih terkenal yang terkenal dengan Kutubus Sittah (kitab induk yang enam).

Ijtihad
            Ijtihad merupakan salah satu kunci dinamika hukum Islam. Muhammad Iqbal salah satu penya’ir dan filosof dari Pakistan berpendapat bahwa ijtihad sebagai prinsip gerak Islam. Menurut sejarah, ijtihad muncul dalam Islam karena ada kebutuhan antara ajaran dan tuntutan realitas kehidupan manusia. Dengan ijtihad, masalah baru yang ketetapannya tidak ada dalam Al-Qur’an dan hadis dapat dipecahkan dengan menggunakan akal pikiran. Al-Qur’an menyerukan agar manusia menggunakan akal pikirannya karena dengan demikian manusia akan dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam Al-Qur’an orang yang tidak menggunakan akal pikirannya diibaratkan sebagai binatang yang bisu, tuli dan tidak mengerti apa-apa.


Artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Q.S. Al-A’raf:179)
Adanya penafsiran yang berbeda dari sumber hukum Islam menjadikan kaum muslimin untuk berfikir untuk mendapatkan kebenaran. Dalam hal ini terdapat sumber hukum lain yaitu ijtihad yang merupakn sumber hukum Islam yang ketiga.
Ijtihad berasal dari bahasa arab dari bentuk fi’il madli yaitu ijtahada, bentuk fi’il mudlarek yaitu yajtahidu, dan bentuk masdar yaitu ijtihadan yang arinya telah bersungguh-sungguh, mencurahkan tenaga, menggunakan pikiran, dan bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan menurut istilah, ijtihad adalah suatu pekerjaan yang menggunakan segala kesanggupan rohaniah untuk mendapatkan hukum syara’ atau menyusun pendapat dari seluruh masalah hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, perlu dipahami bahwa hasil ijtihad dari seorang mujtahid bersifat relative, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan hasil ijtihad satu dengan yang lainnya.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melakukan ijtihad antara lain sebagai berikut.
Mengerti dan memahami isi kandungan Al-Qur’an juga hadis yang berhubungan dengan hukum-hukum.
Mampu berbahasa arab dengan baik sebagai kelengkapan dan kesempurna’an dalam menafsirkan Al-Qur’an dan hadis.
Memahami ilmu ushul fiqih (cara mengambil hukum syari’at yang bertolak dari Al-Qur’an dan Hadis) dengan baik.
Mengerti dan memahami soal-soal ijma’ (kesepakatan semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu hukum syara’), sehingga mujtahid tidak memberikan fatwa yang berlainan dengan hasil ijma’ terdahulu.
Memahami nasikh dan mansukh, sehingga seorang mujtahid tidak mengeluarkan hukum berdasarkan dalil yang sudah dimansukh (dibatalkan).
Bentuk-bentuk ijtihad yang yang dikenal dalam syari’at Islam adalah.
Ijma’
Adalah kesepakatan para ulama’ dalam menentukan hokum suatu masalah yang timbul dikalangan umat Islam, karena belum adanya ketentuan dalam Al-Qur’an maupun hadis.
Qiyas
Adalah menetapkan hukum suatu pemasalahan yang timbul dikalangan umat Islam dengan cara mencari persaman sifat hokum yang baru dengan sifat hokum yang yang sudah ada ketentuannya dalam Al-Qur’an ataupun hadis.
Bentuk-bentuk ijtihad yang masih diperselisihkan
            Adalah sumber hukum islam yang mana tidak semua umat Islam menggunakan sebagai sumber hokum dalam menentukan hukum suatu masalah dalam Islam. Adapun adapun sumber hukum yang masih diperselisihkan antara lain.
Istihsan
      Adalah menetapkan hukum masalah yang tidak ditentukan secara rinci dalam Al-Qur’an maupun hadis yang didasarkan atas kepentingan umum (kemaslahatan) umum dan demi keadilan.
Maslahah mursalah
      Adalah kemaslahatan atau kebaikan yang  yang tidak disinggung-singgung syara’ untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedangkan jika dilakukan akan membawa manfa’at dan terhindar dari keburukan.
Istishab
      Adalah meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan ditetapkan karena adanya suatu dalil sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut.
Urf (adat kebiasaan)
      Adalah segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan suatau masyarakat dan dijalankan terus menerus, baik itu berupa perkata’an maupun perbuatan.

Madzhab sahabi
      Adalah perkataan sahabat yang bukan didasarkan atas pikiran semata-mata adalah menjadi hujjah umat Islam.
As-Syar’u man qablana
 Adalah kebiasaan orang-orang terdahulu yang masih diteruskan oleh generasi berikutnya dan hal itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Kedudukan dan Fungsi Ijtihad
            Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan hadis. Kedudukan ijtihad begitu penting dalam ajaran islam, karena ijtihad telah dibuktikan kemampuannya dalam menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi umat Islam mulai dari zaman Rasulullah saw sampai sekarang. Melalui ijtihad masalah-masalah.yang tidak dapat ditemukan penyelesaiannya dalam Al-Qur’an maupun hadis dapat dipecahkan, sehinnga ajaran Islam terus berkembang sedemikian rupa menuju kesempurna’annya, bias dikatakan ijtihad merupakan daya gerak kemajuan umat Islam. Artinya ijtihad merupakan kunci dinamika ajaran Islam.
            Selain memang diperintahkan Al-Qur’an, ijtihad merupakan proses alamiah bahwa manusia harus menggunakan fikirannya semaksimal mungkin. Apalagi pada masa sekarang yang mana banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat Islam, bolehkah kita berijtihad?Boleh ! dengan catatan, syarat-syarat mujtahid sebagaimana yang telah diuraikan diatas terpenuhi. Oleh sebab itu di Indonesia terdapat lembaga yang kita kenal dengan Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) yang melakukan ijtihad secara kolektif atas hal-hal yang terjadi di Indonesia yang berhubungan dengan syari’at Islam, terutama dalam hal muamalah.


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa’:59)

Hukum Taklifi dan Hukum Wad’i
            Hukum Islam adalah perintah Allah swt yang berhubungan umat Islam. Melalui metode ijtihad para ulama’ merumuskan ketentuan-ketentuan yang terperinci menyangkut prilaku orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan, kebolehan, ataupun ketetapan yang berdasarkan pada sebab, syarat, ataupun halangan. Ulama’ ushul fiqih membagi hokum menjadi dua bagian besar, yaitu hukum taklifi dan hukum wad’i.

Hukum Taklifi
Menurut bahasa adalah hukum pemberian beban sedangkan menurut istilah Adalah ketentuan Allah yang menuntut mukallaf (balig dan berakal sehat) yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan atau untuk meninggalkan suatu perbuatan.atau pilihan untuk mengerjakan atau meninggalkan. Hukum taklifi dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu.
            Wajib adalah segala perintah Allah swt yang harus kita kerjakan, dan apabila ditinggal akan berdosa..Macam-macam hukum wajib adalah sebagai berikut.
Wajib ain, yaitu suatu ketetapan yang harus dikerjakan oleh stiap muslim. Antara lain shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan, dan meneluarkan zakat fitrah.
Wajib kifayah, yaitu suatu ketetapan yang apabila telah dikerjakan oleh sebagian muslim, maka muslim lainnya terlepas dari kewajiban itu. Akan tetapi jika tidak ada yang mengerjakannya maka berdosalah semuanya. Contoh shalat jenazah.
Wajib syar’I, yaitu suatu ketentuan apabila dikerjakan mendatangkan pahala dan jika tidak dikerjakan berdosa.
Wajib aqli, yaitu suatu ketetapan hokum yang harus diyakini kebenarannya karena masuk akal atau rasional.
Wajib aqli nazari, yaitu kewajiban memahami suatu kebenaran dengan memahami dalil-dalilnya atau dengan penelitian yang mendalam, seperti mempercayai keberadaan (eksistensi) Allah swt.
Wajib aqli daruri, kewajiban mempercayai kebenaran dengan sendirinya tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu, seperti orang makan jadi kenyang.
Wajib muaiyyah, yaitu suatu keharusan yang sudah ditetapkan macam tindakannya. Contohnya berdiri bagi yang mampu diwaktu shalat.
Wajib mukhayyar, yaitu suatu kewajiban yang boleh dipilih salah satu dari bermacam pilihan yang telah ditetapkan untuk dikerjakan, misalkan denda dalam sumpah, boleh memilih antara memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian 10 orang miskin.
Wajib mutlaq, yitu suatu kewajibanyang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda sumpah.
            Sunah adalah perkara yang apabila dikerjakn mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Macam-macam hokum sunah adalah sebagai berikut.
Sunah muakkad, yaitu sunah yang sngat dianjurkan, misalnya shalat tarawih dan shalat idul fitri
Sunah ghairu muakkad, yaitu sunah biasa, misalnya memberi salam kepada orang lain dan puasa hari senin-kamis.
Sunah hajat, yaitu perkara-perkara dalam shalat yang sebaiknya dikerjakan, seperti mengangkat kedua tangan ketika takbir dan mengucap Allahu Akbar ketika akan ruku’ dan sujud.
Sunah ab’ad, yaitu perkara-perkara dalam shalat yang harus harus dikerjakan dan kalau terlupakan, maka sebaiknya diganti dengan sujud sahwi, seperti membaca tasyahud awal dan membac qunut.
            Haram adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan berdosa dan apabila ditinggalkan mendapat pahala, seperti meminum minuman keras, mencuri, dan berjudi.
            Makruh adalah sesuatu yang tidak disukai atau diinginkan oleh Allah swt,akan tetapi apabila tidak dikerjakan tidak berdosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala. Contohnya makan bawang mentah, jengkol, dan pete.
            Mubah adalah suatu perkara yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan tidak mendapatkan pahala maupun tidak berdosa.

Hukum Wad’i
            Adalah ketentuan Allah swt yang mengandung pengertian bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat, atau penghalang adanya suatu hokum. Misalnyan shalat, menjadi sebab adanya kewajiban berwudlu terlebih dahulu, (Q.S. Al-Maidah:6). Adanya kemampuan (istata’ah) adanya menjadi syarat wajibnya menunaikan ibadah haji (Q.S. Ali-Imran: 97). Adanya perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris, menjadi penghalang dalam hal pembagian harta waris.

Rangkuman
            Sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, acuan, dan pedoman dalam menetapkan hukum Islam.sumber hukum Islam tertinggi adalah Al-Qur’an, kemudian hadis, dan yang terahir adalah ijtihad.
            Al-Qur’an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca, Al-Qur’an merupakan sumber hukum  Islam yang pertama dan berfungsi sebagai pedoman hidup manusia menuju keselamatan dan mengharap ridla Allah swt di dunia dan di akhirat.
            Hadis menurut  bahasa adalah perkataan, sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw sebagai landasan hukum, baik berupa perkataan, perbuatan maupn ketetapan (taqrir). Hadis merupakan sumber hokum kedua yang harus diikuti oleh kaum muslimin.
            Ijtihad adalah menggunakan seluruh kemampuan untuk menetapkan hokum syari’at dengan berdasarkan pada Al-Qur’an dan hadis. Artinya ijtihad baru boleh dilakukan bila hokum suatu permasalahan dan ketentuannya tidak tercantum secara nyata, baik dalam Al-Qur’an ataupun dalam hadis. Adapaun bentuk ijtihad bermacam-macam, diantanya adalah ijma’, qiyas (ra’yu), istishab, masalahah mursalah dll.

0 Response to "Sumber Hukum Islam"

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code