Pengunjung

Takkan Lari Gunung Dikejar

Diposkan oleh Unknown On 14.01

Takkan Lari Gunung Dikejar



Salah satu alasan yang dikatakan remaja kepada saya setiap saya tanya ‘kenapa berpacaran?’, adalah karena mereka takut didahului orang. Karena itu tidak sedikit remaja yang akhirnya berpacaran meski mereka sendiri nggak tahu apakah pacaran itu sekedar ‘cinta monyet’ (istilah saya remaja dulu) atau memang serius untuk menikah. Walau dalam lubuk hati yang paling dalam saya percaya untuk yang terakhir itu agak nggak mungkin untuk dilakukan. Bagaimana mau berpikir menikah kalau masih sekolah, pekerjaan belum punya, lagipula mereka masih lebih seneng main sendiri ketimbang ngurus anak.
Karenanya saya merasa sangat perlu dan mendesak untuk berbicara pada kamu, remaja, soal cara mencintai orang lain dan juga keyakinan tentang jodoh. Benarkah berpacaran itu harus dilakukan dan apa hubungannya dengan jodoh? Sebab itulah mau tidak mau kamu harus memahami dulu rahasia jodoh, dan tentu saja soal pacaran itu sendiri.
Hal pertama yang meski diyakini dengan seyakin-yakinnya adalah kenyataan jodoh itu adalah rezeki. Dan, setiap muslim juga harus beriman bahwa rezeki itu adalah pemberian Allah. Dengan begitu kita juga mesti percaya kalau Allah sudah menetapkan besarnya rizki setiap manusia – bahkan hewan – di atas muka bumi ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda:

“Sesungguhnya seseorang tidak akan mati sampai dipenuhi rizkinya”(HR. Ibnu Majah).

            Yuk, kita lihat. Berapa banyak orang yang pacaran bertahun-tahun ternyata berakhir dengan satu kata yang nyelekit : putus! Seorang kawan saya tinggal selangkah lagi menuju pernikahan – karena kekasihnya sudah dilamar dan calon mertuanya sudah ACC – ternyata batal, karena sang pujaan hati memilih ‘jalan’ bareng pria lain (duh tega banget). Ada juga kawan saya yang kenalan, eh dua minggu kemudian tahu-tahu married.
            Jodoh itu misterius, sama misteriusnya seperti kekayaan, kesehatan, penyakit dan ajal. Yang harus kita lakukan adalah yakin bahwa Allah pasti sudah menentukan rizkinya pada manusia. Masalah kapan dapatnya, dengan siapa, itu adalah perkara yang gaib. Tidak ada yang tahu, termasuk Mbah Dukun sekalipun.
            Maka, saya heran dan bingung melihat banyak remaja yang begitu ‘serius’ pacaran, malah sampai melakukan perbuatan yang jelas-jelas nyerempet pada zina – dan nggak sedikit yang berzina – dengan pacarnya. Padahal pacar mereka tidak pernah memberikan komitmen apapun untuk naik ke pelaminan. Kalaupun iya mau ngajak married, buat apa juga nyerempet perbuatan haram.
            Ketika saya masih sekolah, ada teman-teman saya yang berbuat seperti itu. Kemana-mana berdua, termasuk berani pacaran di dalam kamar cowoknya, main pangku-pangkuan yang bikin kita jadi malu sendiri kalau melihatnya. Dan ketika kita semua lulus pasangan itu bubaran, masing-masing menikah dengan gebetannya yang lain.
Jadi jangan takut untuk tidak mendapat jodoh, dan kenapa pula kamu harus mengambil jalan berpacaran? Itu jawaban yang sama sekali jauh dari kebaikan. Kan dalam pacaran ada ‘segudang’ aktivitas yang bisa bikin Allah marah pada kita. Dalam pacaran ada genggaman tangan (dengan nafsu lagi), ada saling pandang (lagi-lagi dengan nafsu), berkhalwat, dan berpacaran memunculkan keberanian untuk melakukan perbuatan tercela, mendekati bahkan zina itu sendiri.
            Percayalah Allah itu Tuhan yang Mahaadil bagi manusia. Belum tentu cowok atau cewek yang kita cintai saat ini adalah jodoh kita dan baik buat kita. Nggak sedikit orang yang baru ‘ngeh’ kalau orang yang mereka cintai beberapa tahun yang lalu ternyata tidak baik buat mereka. Ya, cuma Allah yang tahu itu semua.
Mencintai seseorang nggak mesti dengan menjadikannya sebagai pacar. Kamu bisa melakukannya dengan mendoakannya agar selalu diberikan kebaikan oleh Allah SWT. Termasuk bagian dari mencintai seseorang adalah dengan tidak mengganggu kehormatannya. Nah, bukankah berpacaran itu bisa membuat kehormatan dan kesucian orang lain terganggu?
Yang bisa kamu kerjakan saat ini adalah bersabar dan banyak berdoa pada Allah agar Ia memilihkan untuk kita pasangan hidup  yang baik segalanya; dunia dan akhirat. Jangan tergoda untuk berpacaran, karena itu adalah jalan pintas yang banyak terbukti tidak sehat untuk pergaulan kita.
Terakhir, jangan lupa juga untuk memperbanyak amal shaleh. Moga-moga dengan amal saleh itu Allah memudahkan kamu untuk mendapatkan jodoh yang saleh atau salehah. Amin.š

" " "


Kayu yang Terbakar

Dio memang keren, tubuhnya atletis, kulitnya putih, pinter lagi. Rudi bokapnya kaya, mau apa aja tinggal minta pasti langsung diberi. Sementara bokapku biasa aja, otakku juga sedang-sedang aja, nggak ada yang istimewa. Coba aku kayak mereka.
            Hey, buang jauh-jauh pikiran seperti di atas! Kalau pikiran semacam itu kamu teruskan, kamu akan selalu panas, seperti kayu yang terbakar. Saya pernah mengalami masa-masa seperti itu. Di kelas, ada seorang teman yang pintarnya luar biasa. Ulangannya hampir tidak pernah kurang dari nilai 90. Guru-guru juga memujinya. Saya sendiri biasa-biasa aja. Kamu tahu, karena iri hati, setiap hari badan saya seperti kepanasan. (Banyak orang yang juga sering merasa ‘kepanasan’ pada saat orang lain mendapatkan keberuntungan).
            Inilah yang disebut iri (hasud). Ingin seperti orang lain yang 'menurut kita' lebih baik. Iri hati muncul karena kita selalu 'melihat' ke atas, pada orang-orang yang 'lebih baik' dari kita. Lalu, kita bandingkan dengan keadaan kita sehingga akhirnya kita merasa serba kurang. Kita lupa untuk bersyukur atas 'kelebihan' yang ada pada diri kita.
Kalau dibiarkan, iri hati ini bisa menyeretmu ke dalam berbagai sikap-sikap negatif lainnya. Kita akan senang ketika orang yang kita cemburui itu gagal, atau celaka. Bukan tidak mungkin setiap saat kita berharap agar dia mendapat musibah. Atau kita akan mencari-cari kesalahan atau kekurangan yang dia lakukan. Pantas saja kalau Rasulullah saw. menyebut sifat hasud seperti api yang melalap kayu bakar. Sabdanya:

“Jagalah dirimu dari hasud, karena sesungguhnya hasud dapat menghapus semua kebaikan seperti api melalap kayu bakar,”(HR. Ad Dailami).

            Padahal, belum tentu orang yang kita sering jadikan panutan itu merasa lebih baik daripada kita. Seorang artis berbadan bagus yang kamu jadikan sebagai model bentuk badanmu, bisa jadi sering depresi karena harus terus-terusan merawat tubuhnya. Britney Spears, yang sering dijadikan rujukan banyak gadis di Amrik dalam soal bentuk badan, pernah jatuh pingsan gara-gara menjalani diet ketat. Sebabnya ia ingin mempertahankan bentuk badannya itu. Begitupula kawanmu yang punya kulit yang mulus, barangkali juga lebih sering cemas. Khawatir kalau-kalau kulitnya lecet atau tumbuh jerawat di wajahnya.
            Seorang kawan yang juara kelas yang mungkin membuat kita iri padanya, bisa jadi setiap saat merasa dalam ‘ancaman’. Ia harus berusaha mati-matian agar tidak ada orang lain yang mengalahkan nilai ulangannya. Dan kawanmu yang kaya, mungkin sering merasa cemas jangan-jangan orang-orang mau bergaul dengannya karena ingin morotin duitnya saja.
            Jadi mengapa tidak nikmati saja keadaanmu sekarang ini? Bentuk fisik kita itu adalah karunia dari Allah. Bentuk terbaik yang Allah ciptakan untuk kita.

“Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,”(At Tiin [95]:4).

            Kalaupun kamu memiliki bentuk badan yang tidak sempurna, maka hakikatnya itu adalah ujian dari Allah untukmu. Seandainya kamu bersabar maka Allah akan menjanjikan balasan pahala yang luar biasa. Sabda Nabi saw.:

“Allah telah berfirman; ‘Apabila Aku menguji hambaku dengan keadaan buta kedua matanya, kemudian ia bersabar, Aku akan menggantikannya dengan surga,’.”(HR. Bukhari).

Lagipula, Allah tidak akan menghitung kebaikan seseorang dari bentuk fisik, melainkan dari ketakwaannya.
Lawanlah sikap iri hati saat ia mulai muncul. Karena ia bisa menyeret kita dalam sikap-sikap buruk lainnya. Persis arus kuat di sebuah sungai yang menghanyutkan apa saja yang jatuh ke dalamnya.
Yang bisa kita kerjakan untuk melawannya adalah banyak-banyak bersyukur atas apa yang Allah telah berikan pada kita. Kesehatan, orang tua yang mencintai kita, kawan-kawan yang selalu siap menolong kita, makanan yang masih bisa kita nikmati setiap hari, dan masih banyak lagi.
Banyaklah memperhatikan orang lain yang tidak 'seberuntung kita', karena itu akan membuat kita banyak bersyukur dan berpuas diri. Kalau kamu merasa bahwa kamu 'orang yang paling tidak beruntung sedunia', maka kamu salah. Lihatlah sekelilingmu, banyak orang yang merasa kamu adalah remaja yang beruntung, jauh lebih beruntung dari mereka. Bisa jadi, yang mengatakan itu adalah orang-orang yang sebenarnya kamu cemburui. Di dunia ini masih banyak orang-orang yang belum sebaik kita. Uang lima ribu rupiah buat sebagian orang mungkin biasa, malah nyaris tidak berarti – itu sama dengan ongkos naik angkot lima kali di kota saya --. Tapi tahukah kamu, di luar sana banyak orang yang harus bersusah payah, bercucuran keringat untuk mendapatkan uang lima ribu rupiah. Banyak keluarga di tanah air yang makan sehari dalam sekali, bahkan ada juga yang bertanya-tanya; apakah kita dapat makan hari ini?
Saya teringat dengan pengalaman menarik sejumlah kawan yang membina remaja yang ‘beruntung’ keadaan ekonominya. Suatu ketika, kawan-kawan saya melatih mereka untuk membuat survey ekonomi masyarakat di sekitar sekolah. Anak-anak yang berasal dari keluarga mampu ini terkaget-kaget dengan hasil survey mereka. Mereka baru tahu ada seorang bapak yang penghasilan sebulannya hanya setara dengan satu voucher isi pulang kartu ponsel mereka. Padahal di antara mereka ada yang bisa menghabiskan lebih dari satu voucher isi ulang dalam sebulan. Mereka jadi lebih terbuka kalau mereka lebih beruntung dari orang lain.

“Lihatlah orang yang berada di bawahmu, dan jangan melihat orang yang di atasmu, karena demikian itu lebih tepat, agar kamu tidak meremehkan nikmat karunia Allah kepadamu.”(HR. Bukhari, Muslim).

Terakhir, belajarlah untuk ikut merasakan senang ketika kawan kita mendapatkan kebaikan. Dan, ketika kawan kita mendapatkan musibah maka belajarlah untuk turut merasakannya. Jangan biarkan iri hati membakar diri kita dan menghanguskan amal perbuatan kita.š

1 Response to "Takkan Lari Gunung Dikejar"

  1. Unknown Said,

    tulisannya gak kurang kecilnya, sulit dibaca

     

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code