Pengunjung

AKHIR SEJARAH UMAT ISLAM INDONESIA?

Diposkan oleh Unknown On 10.39

AKHIR SEJARAH UMAT ISLAM INDONESIA?
 
(Sekjen KISDI)
 
 
 
            Barat telah menang. Dunia dan umat manusia telah sampai pada akhir sejarah. Tegasnya, kata Francis Fukuyama, demokrasi liberal mungkin merupakan "titik akhir dari evolusi ideologis umat manusia" dan "bentuk
final pemerintahan manusia", sehingga ia dapat disebut sebagai "akhir sejarah". 
Akhir sejarah dan kemenangan Barat atas (agama) Kristen itulah yang kini sedang terjadi di dunia Barat. Kristen -- yang diadopsi sebagai agama resmi negara oleh imperium Romawi pada abad ke-3 M - kini tinggal
nama saja. Peradaban Barat tidak dibangun di atas nilai-nilai Kristen, tetapi berdiri di atas nilai-nilai materialistis-hedonis peradaban Romawi.
 
            Agama Kristen mulai bersinar di Eropa ketika pada tahun 313, Kaisar Konstantin mengeluarkan surat perintah (edikt), yang isinya memberi kebebasan warga Romawi untuk memeluk agama Kristen. Bahkan, pada tahun 380, Kristen dijadikan sbagai agama negara oleh Kaisar Theodosius. Menurut edikt Theodosius, semua warga negara Romawi diwajibkan menjadi anggota gereja Katolik. Agama-agama kafir dilarang. Bahkan sekte-sekte Kristen di luar "gereja resmi" pun dilarang. Dengan berbagai keistimewaan yang dinikmatinya, Kristen kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, hingga kini jumlah pemeluknya mencapai sekitar 1,7 milyar jiwa. Tapi, jika dicermati, perkembangan gereja di Eropa – asal persebaran Kristen - kini cukup mengejutkan. Sebuah buku yang ditulis Herlianto - seorang misionaris - berjudul Gereja Modern, Mau Kemana? (1995) memaparkan dengan jelas kehancuran gereja-gereja di Eropa. Kristen kelabakan dihantam nilai-nilai sekulerisme, modernisme, dan "klenikisme". Di Amsterdam, misalnya, 200 tahun lalu 99 persen penduduknya beragama Kristen. Kini, tinggal 10 persen saja yang dibaptis dan ke gereja. Kebanyakan mereka sudah tidak terikat lagi dalam agama atau sudah menjadi sekuler. Di Perancis, yang 95 persen penduduknya tercatat beragama Katolik, hanya 13 persennya saja yang menghadiri kebaktian di gereja seminggu sekali. 
 
            Pada 1987, di Jerman, menurut laporan Institute for Public Opinian Research, 46 persen penduduknya mengatakan, bahwa "agama sudah tidak diperlukan lagi." Di Finlandia, yang 97 persen Kristen, hanya 3 persen saja yang pergi ke gereja tiap minggu. Di Norwegia, yang 90 persen Kristen, hanya setengahnya saja yang percaya pada dasar-dasar kepercayaan Kristen. Juga, hanya sekitar 3 persen saja yang rutin ke gereja tiap minggu. Masyarakat Kristen Eropa juga tergila-gila pada paranormal, mengalahkan kepercayaan mereka pada pendeta atai imam Katolik. Di Jerman Barat – sebelum bersatu dengan Jerman Timur -- terdapat 30.000 pendeta. Tetapi jumlah peramal (dukun klenik/witchcraft) mencapai 90.000 orang. Di Perancis terdapat 26.000 imam Katolik, tetapi jumlah peramal bintang (astrolog) yang terdaftar mencapai 40.000 orang. Fenomena Kristen Eropa menunjukkan, agama Kristen kelabakan menghadapi serbuan arus budaya Barat yang didominasi nilai-nilai liberalisme, sekulerisme, dan hedonisme. Serbuan praktik perdukunan juga tidak mampu dibendung.     Di sejumlah gereja, misalnya, mulai diterima praktik-praktik homoseksualitas. Eric James, seorang
 
pejabat gereja Inggris, dalam bukunya berjudul "Homosexuality and a Pastoral Church" mengimbau agar gereja
memberikan toleransi pada kehidupan homoseksual dan mengijinkan perkawinan homoseksual antara pria dengan pria atau wanita dengan wanita.
 
Bagaimana Indonesia?
 
            Nabi Muhammad saw pernah memberi peringatan: "Akan datang suatu zaman, di mana tidak tersisa dari Islam kecuali tinggal namanya saja, tidak tersisa dari Al Quran kecuali tinggal tulisannya saja, masjid-masjid mereka megah tetapi jauh dari petunjuk Allah, dan ulama-ulama mereka menjadi orang-orang yang paling jahat yang hidup di bawah kolong langit, dari merekalah keluar fitnah dan kepada mereka (fitnah itu) akan kembali. " (HR
Baihaqi) Umat Islam Indonesia kini juga sedang menghadapi arus besar sekulerisasi, liberalisasi, hedonisme, dan juga "klenikisme". Donald E.Smith (1985) sudah menyatakan, bahwa sekulerisasi adalah sebuah keniscayaan global sejak 1,5 abad lalu. Bersamaan dengan hadirnya kolonialisme Barat, Dunia Islam
menghadapi serbuan besar sekulerisasi. 
 
            Sistem ajaran Islam yang "religiopolitik organik" (agama dan politik menyatu) diserang dengan sistem ajaran gereja yang sekuler. Tahun 1970, baru seorang Nurcholish Madjid yang secara terbuka mengusulkan perlunya sekulerisasi, dengan slogannya "Islam Yes, Partai Islam No." Kini, tidak mudah mencari tokoh Islam yang mendukung gagasan "penyatuan agama dengan politik". Kasus Piagam Jakarta dan amandemen pasal 29 UUD 1945 menjadi contohnya. Tokoh-tokoh puncak Islam dengan gagahnya menyatakan, jika kewajiban melaksanakan syariat Islam masuk konstitusi, maka negara ini akan terancam disintegrasi. Eksis atau tidaknya suatu peradaban sangat ditentukan oleh nilai dasar dan system hukumnya. Peradaban Islam sulit dikatakan eksis jika system hokum yang berlaku adalah system hokum Barat.
            Arus liberalisasi Islam juga mengalir sangat deras. Ujung tombaknya bukan orang-orang bule atau Kristen, tetapi orang-orang dari kalangan Islam sendiri. Pelopor gerakan liberalisasi Islam adalah Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Ahmad Wahid, Djohan Effendi, dan kawan-kawan, (Lihat buku Greg Barton berjudul Gagasan Islam Liberal di Indonesia, 1999). Melalui jaringan "Islam Liberal" arus liberalisisasi ini semakin gencar dilakukan.Sampai-sampai gerakan ini berani menyebarkan pemahaman "teologi pluralis" yang sudah menyentuh akar persoalan aqidah Islam yang sangat mendasar, yaitu keyakinan akan "satu-satunya Islam sebagai agama yang benar". 
            Penerapan syariat Islam dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara juga dihajar habis- habisan. Dengan terang-terangan, tokoh Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla, menyatakan, "Islam liberal bisa menerima bentuk Negara sekuler… sebab, negara sekuler bisa menampung energi kesalehan dan energi kemaksiatan sekaligus." Begitu seriusnya gerakan ini menghancurkan syariat Islam, sampai-sampai pada Juni 2002 lalu, Radio 68H menampilkan wawancara Dr. Zainun Kamal dan Bimo Nugroho yang mempromosikan "halalnya muslimah menikah dengan laki-laki non-muslim". Jadi, bukan hanya aspek syariat Islam di bidang politik, sosial, atau ekonomi yang diserang, urusan aqidah dan keluarga muslim pun dicoba untuk digoyang dan diruntuhkan.
            Jika Kristen di Eropa sudah menyerah dengan serbuan nilai-nilai modern yang berkedok HAM - seperti homoseksualisme - maka gejala serupa sudah banyak dijumpai di Indonesia. Hanya, di Indonesia belum ada kyai, ulama, atau tokoh Islam yang mengaku sebagai gay atau mendukung homoseksualitas. Tapi, masyarakat dan tokoh agama sudah bersikap permisif, pasif, membiarkan praktik-praktik homoseksualitas berlaku di negeri muslim terbesar ini. 
            Contoh yang paling jelas adalah dukungan sivitas akademika Universitas Airlangga terhadap praktik-praktik dan kampanye homoseksualitas yang dilakukan oleh Dr. Dede Oetomo, dosen Universitas Airlangga dan sekaligus Ketua Gaya Indonesia, organisasi para gay. Belum lagi berjubelnya acara-acara TV yang mempromosikan perilaku homoseksualitas seperti yang dilakukan pelawak Tessy Srimulat dan lain-lain.
Serbuan klenikisme juga sangat dahsyat.
 
            Di tengah krisis keteladanan para ulama dan tokoh agama, praktik-praktik paranormal kebanjiran peminat. Banyak pejabat bergantung pada juru ramal atau paranormal. Mal-mal diserbu praktik paranormal. Malah ada yang terang-terangan memasang tariff jutaan rupiah untuk sekali konsultasi. Iklan-iklan Fengshui tak ketinggalan menghiasi halaman-halaman media massa dan media elektronik.
            Bagaimana dengan masjid kita? Alhamdulillah, masih banyak yang penuh, khususnya saat salat Jumat. Tapi, banyak yang sepi tatkala salat wajib lima waktu. Yang jelas sudah terjadi, acara-acara pengajian di masjid-masjid kalah jauh daya tariknya dengan acara festival musik atau pertandingan bola. Ulama dan cendekiawan jauh kalah menarik di mata masyarakat dibandingkan kaum selebritis. Kontes-kontes kecantikan dibanjiri pengunjung dan peminat.Para sponsor pun berlomba memberikan penghargaan. Para penemu iptek tidak dihargai sebagaimana masyarakat dan pemerintah menghargai pemain tennis atau bulu tangkis. Ini gejala yang sudah jelas terjadi. Jelas, ini profil masyarakat yang sakit.
 
Kemanakah ujung dari semua ini? 
 
            Jika umat Islam tidak melakukan gerakan yang serius dan terarah, serta tidak terpecah belah berebut kepentingan dan kekuasaan duniawi, maka patut dikhawatirkan, akan terjadi apa yang disebut sebagai "akhir sejarah umat Islam Indonesia". Islam tidak mungkin sirna. Tapi, Islam pernah sirna dari Andalusia (Spanyol) dan Palestina. Semoga tidak, dan masih ada waktu untuk berbenah diri. 
Wallahu a'lam.
 
(Depok, 6 Agustus 2002)

[http://lists.eramuslim.com/archive/news/2002-September/002590.html]

0 Response to "AKHIR SEJARAH UMAT ISLAM INDONESIA?"

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code